Terhitung beberapa detik, menit
dan jam. Seratus empat belas pejuang secara resmi telah berhasil melewati
perangnya. Melangkah lebih maju untuk menggapai sebuah pencapaian besar di
hidupnya. Tiga tahun terlewati bak menaiki kereta tercepat di dunia. Tidak terasa
dan berlalu begitu saja. Bermula dari lagak polos hingga menyebalkan tapi
inilah yang membuat mereka tak terlupakan. Sampailah pada hari ini, disaat
ketika seluruh Kesenangan, kesedihan dan kebahagiaan yang menyelimuti. Wisuda
Baru saja
beberapa saat yang lalu kita Eisthera Gritanefic resmi lulus dari penjara suci
yang telah menempa kita selama tiga tahun. Hari ini adalah hari yang akan
selalu teringat dalam pikiran kita, seratus empat belas siswa yang awalnya
biasa-biasa saja tapi ketika berkumpul bersama menjadi sekumpulan orang-orang
aneh yang menyebalkan tapi juga asik .
Teringat perkataan
Miss Yuna waktu kelas XI, “Kami menyiapkan kalian bukan cuman buat jadi sarjana
tapi sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih berharga”’ sebenernya Miss Yuna
mengucapkannya dalam bahasa inggris tapi lupa saat itu bagaiman kalimatnya tapi
intinya itu. Sadar gak sih? Betapa sebenarnya kita itu dididik untuk sebuah
tujuan yang luar biasa seperti apa yang dulu dicita-citakan oleh Pak Habibie.Rupanya
setelah tiga tahun akhirnya keluar juga hasilnya tepat tanggal 21 Mei 2016, ya
kita di wisuda setelah melalui banyaknya proses yang melelahkan. Tapi apa memang
wisuda ini akan menjadi tonggak sentral dimulainya perjuangan kita? Apakah
wisuda ini sebagai pintu masuk sebuah perjalanan yang lebih menyulitkan atau
tiket bebas dari sebuah kekangan instansi pendidikan?
Mari coba
kita melihat kembali percobaan Kucing Schrodinger, menurut Schrodinger terhadap
percobaan ini “Kucing memiliki probabilitas yang sama besar untuk hidup dan
mati, sehingga tercipta lah sebuah skenario ‘mungkinkah kucing mati sekaligus
hidup di waktu bersamaan?’”, pernyataan ini sejalan dengan perasaan kita ketika
wisuda senang sekaligus sedih disaat bersamaan, dari beberapa orang yang sudah
ditanya, tidak ada diantara mereka yang mau memilih salah satu diantaranya.
Paradoks.
Senang.
Siapa yang tidak senang di wisuda sih? Seumur-umur belum pernah ada acara
wisuda tanpa hiruk pikuk tawa dan canda dari para wisudawan. Wisuda adalah
salah satu hari paling bahagia bagi setiap orang yang pernah merasakan pendidikan.
Realisasi atas puncak pencapaian dari proses belajar mungkin adalah wisuda, akan
percuma perayaan kelulusan dengan mencorat-coret baju, pawai keliling kota,
sampai permainan kembang api jika tidak ada penyerahan simbolis dari sekolah
kepada kita sebagai suatu bentuk penegasan kepada khalayak umum “Iniloh
siswa-siswa kami yang sangat kami banggakan, nantikanlah kiprah mereka di
masyarakat.” Di Insan Cendekia sendiri wisuda adalah hal yang paling diinginkan
oleh setiap siswanya tidak terkecuali kita, Eisthera Gritanefic. Perjuangan
melelahkan selama tiga tahun terbayar lunas hanya dengan prosesi wisuda yang
berlangsung kurang lebih empat jam. Tidak ada satu pun dari kita yang mau
melewatkan prosesi berbahagia ini.
Kita
senang, kita gembira, dan kita juga bangga akhirnya berhasil menjadi alumni
dari salah satu sekolah terbaik di Indonesia. Seorang wali murid pernah berkata
“Masuk ke IC aja tuh udah hebat, apalagi kalau bisa wisuda juga dari IC”. Mungkin
selama di IC kita merasa jenuh, gak kuat, pengen seperti teman-teman lain yang
sekolah diluar, yang gak perlu tinggal di asrama, yang bisa bebas pergi-pergi,
bebas jalan-jalan, yang nilainya akan tetap bagus sekalipun kadang belajar
seadanya.Bandingkan dengan kita, udah diwajibkan tinggal di asrama yang penuh
dengan aturan, harus bisa mengurus diri sendiri, harus belajar dengan benar kalau
tidak mau remed bahkan terkadang sekalipun sudah luar biasa belajarnya masih
juga remed. Tekanan pelajaran, home sick, rasa enek gara-gara pas
sampai di asrama tidak bisa langsung istirahat karena kamar yang berantakan
atau hal-hal lain yang membosankan. Tapi layaknya soundtrack laskar
pelangi yang dinyanyiin Sherina, kunci kita bahagia selama di IC cuman satu
kebersamaan dengan teman-teman Eisthera yang layaknya keluarga sendiri. Namun
justru muncul pertanyaan apakah kita sudah pantas disebut sebuah keluarga kalau
kita saja masih suka menggunjingkan satu sama lain, menggolok-olok, bahkan
sampai mengucilkan mereka. Tapi bukankah justru disana kita nemuin
kekeluargaannya? Perasaan memaafkan yang timbul tanpa perlu dipaksa-paksa,
perasaan iba terhadap satu sama lain, perasaan yang saling terkait bahkan tanpa
berkata-kata.
Selama tiga
tahun sadar gak sadar sebenarnya kita sudah membentuk sebuah keluarga besar, ya
selain antara kita sendiri tapi, juga menghubungkan orang tua-orang tua kita,
alhasil bukan kita aja yang terciprat kebaikan teman-teman kita namun terlebih
lagi, diantara orang tua-orang tua kita juga bisa saling berbagi satu sama
lain. Jadi memang gak salah kalau kita itu disebut sebuah keluarga. Dalam ikatan
kekeluargaan ini pun kita saling menjaga satu sama lain, saling mebantu satu
sama lain serta mengajak dalam kebaikan dan saling mengingatkan akan hal-hal
yang kurang baik. Mungkin pernah terpikir pola tingkah laku kita di IC itu
hanya akan kita lakukan di IC saja, di lingkungan luar ya kita beda lagi alias
sebenernya kita di IC hanya memakai kedok agar terlihat sama dengan yang lain.
Tapi coba balik pertanyaannya, bukankah sebenernya tingkah kita yang diluar IC
yang merupakan kedok kita? Bukankah kita diluar berusaha buat bertingkah sesuai
dengan pola pergaulan teman-teman kita diluar sana? Tidak kah kita justru
merasa lebih canggung ketika bergaul dengan mereka? Justru di IC-lah kita tidak
memkirkan hal-hal rumit seperti itu, hanya mengikuti pola aliran pergaulan yang
memang kita terima tanpa perlu berberat hati. Tidak kah kita merasa nyaman
ketika kita bergaul dengan sahabat kita
di Eisthera? Bukan kah mereka sudah menjadi sebaik-baiknya sahabat yang kita
miliki? Mungkin beberapa dari kita masih sulit buat move on dari
sahabat-sahabat masa SMPnya, tapi memang pada dasarnya kenangan bersama
Eisthera tidak bisa memakaa masuk ke dalam kenangan masa lain yang mungkin juga
indah, namun kenangan kita bersama Eisthera akan tetap terpatri secara indah
dalam sudut-sudut ingatan kita, sudut-sudut yang tidak pernah dihiasi tangan
jaring laba-laba karena begitu indahnya sudut kenangan tersebut .
Selain
sahabat seperjuangan seringkali kita terlupa akan orang-orang hebat yang telah
membina kita, seringkali kita terlupa akan jasa dari guru-guru kita selama ini.
Mungkin kenangan akan teman-teman kita terlalu banyak memenuhi memori kenangan
di IC sampai-sampai jasa-jasa serta kenangan-kenangan luar biasa dengan guru
seringkali kita terlupa atau justru sengaja untuk dilupakan. Sadarkah kita
betapa sebenarnya kita sudah dididik oleh para guru nomor satu dalam bidangnya
masing-masing, bukan hanya dalam bidang akademik namun dalamnya moral yang
ditanamkan menjadi sebuah nilai yang seharusnya akan sangat sulit untuk
dilupakan. Mereka, guru-guru kita adalah muara peraduan terakhir kita apabila
aliran masalah yang kita alami tidak dapat diselesaikan sendiri, oleh bantuan
teman, dan terlalu jauh untuk mengadu kepada orang tua. Guru-gurulah tempat
kita merajuk, bercerita, dan meminta pendapat akan masalah yang kita alami.
Bukan hanya satu dua masalah, bukan juga dari satu dua siswa, guru-guru
terhebat yang pernah kita miliki telah menampung lebih dari seribu masalah
siswanya dari seribu siswa yang berbeda. Guru-guru kita selalu merasa
tersanjung masih diberi kesempatan untuk menjadi tumpuan kita menuju impian
kita, Pak Away bahkan mengumpamakan seperti anak tangga yang dengan penuh
ketulusan serta kesabaran menuntun kita untuk mencapai ke puncak menara. Wisuda
memang waktu terakhir kita dengan teman-teman seperjuangan tapi bukan kah
wisuda juga menjadi saat-saat terakhir kita untuk duduk sebagai penuntut ilmu
dari guru-guru kita yang hebat? Memang pepatah pernah menyebutkan boleh ada
mantan kekasih dan mantan sahabat, namun tidak akan pernah ada yang namanya
mantan guru maka ingatlah selalu jasa
guru-guru kita, orang-orang luar biasa yang dari mereka lah lahir para penerus
bangsa.
Rasa
Bangga dan Bahagia tentunya turut andil dalam momen hari ini. Kita merasa
bangga berhasil membahagiakan kedua orang tua kita, percayalah sekalipun kita
menggangap wisuda hari ini hanya satu dari jutaan sekuel hidup kita namun dalam
benak orang tua kita yang walaupun sudah berkali-kali melihat wisuda
anak-anaknya mereka tetap akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Andaikata
hari ini kita belum menangis karena berpisah dengan teman-teman seperjuangan
maka menangislah karena kedua orang tua kita yang juga merasakan sulitnya
perjuangan kita selama tiga tahun. Menagislah karena membayangkan kerasnya dan
tulusnya doa mereka untuk kesuksesan kita selama di Insan Cendekia, menangislah
karena ketika kita bercanda, di setiap malam ada doa-doa yang tak pernah putus,
ada perasaan yang sangat dalam yang terpendam dalam hati mereka yang mungkin
sampai ajal menjemput pun tidak akan bisa mereka ucapkan melalui kata-kata,
karena perasaan cinta yang tulus tidak butuh banyak berkata indah namun yang
dibutuhkan hanyalah perbuatan dengan niat tulus. Janganlah dilupa untuk
mengucapkan kata yang walau sederhana namun penuh arti bagi mereka, “Terima
Kasih.”
Namun
dibalik segudang rasa indah hari ini, tak terduga namun harus siap diterima,
sebuah kata yang selalu datang setelah pertemuan, ya perpisahan. Wisuda
ibaratnya sebuah pintu keluar dari sebuah ruangan VIP yang digunakan untuk
melihat pertunjukkan dimana didalamnya dirancang fasilitas seideal yang hanya
akan dihuni oleh oran-orang pilihan yang memiliki idealisme yang sama, namun
ketika pertunjukkan berakhir para penghuninya harus meninggalkan ruangan
tersebut menuju tempat berikutnya dengan kondisi yang jelas sangat berbeda. Dari
wisuda inilah kita terpisah, tidak lagi melangkah beriringan. Kenangan kita
setelah hari ini pun tidak lagi akan saling terkait, tidak lagi menjadi
kenangan sebuah angkatan yang utuh. Kita akan menempuh perjalanan selanjutnya
dengan cerita yang berbeda, bersama sahabat-sahabat yang baru, walau mungkin
tetap akan berjumpa dengan teman-teman Eisthera namun tetap saja semua tidak
akan pernah sama lagi ketika kita terpisah, layaknya puzzle yang tak utuh bila satu
kepingannya hilang, akan tetapi, walaupun setelah wisuda ini kita akan jarang
bertemu, tapi kita sudah berhasil bermetamorfosis menjadi sebuah konsepsi baru
yang terikat lebih kuat dari sebelumnya, kekuatan yang datang dari indahnya
kenangan bersama selama tiga tahun. Setelah ini memang tidak akan lagi ada
makan bersama, tidak ada lagi teriakan-teriakan yang menghiasi asrama-asrama
kita, tidak ada lagi diskusi-diskusi ilmiah bersama, tidak ada lagi main voli
bersama, dan mengobrol gajelas bersama. Namun, satu hal yang jelas akan tetap ada
adalah ikatan kita sebagai saudara, dan melalui ikatan ini kita akan terus
saling percaya tanpa mengenal batas waktu. Karena dari semua yang telah kita
jalani satu-satunya yang fana adalah waktu.
Yang fana adalah waktu. Kita abadi :
memungut detik demi detik, merangkainya
seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
“Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?”
tanyamu. Kita abadi.
( Sapardi
Djoko Damono )
Selamat wisuda kawan, selamat berjuang
menjadi orang hebat dan sukses dunia akhirat. Jangan seperti kapal yang ditelan
tsunami, yang pergi dan tak pernah kembali. Berbaliklah dan sapa kembali dengan
ramah. Wahai sahabat, ingatlah hari ini.
MAN Insan
Cendekia Serpong, 21 Mei 2016
Eisthera’s
graduation day
0 komentar:
Posting Komentar