Think ● Solve ● Brave ● Go ● Fight ● Win

22 Juni 2015

Ekspedisi Gunung Bongkok


Pagi itu, dalam rangka menyambut hari libur Ujian Nasional, 12 siswa pilihan memulai perjalanan menuju Purwakarta, destinasinya adalah Gunung Bongkok, sebuah gunung batu dengan tinggi 900 meter-an. Perjalanan direncanakan ditempuh dengan kereta lokal Jakarta-Purwakarta.

Kurang lebih pukul 10 WIB, rombongan bersama2 sudah berada di JaKot. Kami pun rehat sejenak, banyak yang dilakukan disini sembari menunggu keberangkatan kereta yang di karcis ditulis pukul 13.00.

Keliatan elit banget kan? Padahal aslinya 5 orang iuran cuman buat beli secangkir kopi, tapi biarlah, sekali-kali ngrasain jadi orang elit. Sebenernya pemulainya itu si Fizhu dan Abda Joni. Gara-gara mereka, banyak orang jadi terjerumus dalam kesenangan yang sementara. Kutipan dari seorang guru pengajar di IC juga dilantunkan untuk tipu muslihatnya, “Kalian sekali-kali harus merasakan jadi orang kaya, beli makanan mahal” walhasil ya seperti ini...

Ba’da sholat jum’at, alhamdulillah, kereta berangkat dengan selamat dan lancar. Relnya sepi, begitu juga dengan isi gerbong dalemnya. Jadinya rombongan juga leluasa bergerak ria kemari kesana. Liat aja nih...

Tapi sebenernya juga gak kosong-kosong amat sih, di gerbong kita sebenernya ada satu penunggang kereta yang lain, keliatannya dia tersiksa karena ulah Hafidz cs dan kawan-kawannya.

Dan... ujian kami baru datang sesaat setelah kita bersenang di kereta yang kosong mlompong. Kami disambut oleh dua sosok seperti manusia yang wajahnya tidak mungkin terlupakan, dialah... SOPIR ANGKOT. Mereka adalah orang pertama yang menyambut kedatangan rombongan Pendaki IC di Purwakarta. Kami memilih sholat Ashar terlebih dahulu, nah, pas sholat Ashar, gua (BQ) coba tanya plus nawar ke mereka berapa tarif sampe basecamp Gunung Bongkok, kan soalnya gua udah jama’ asharnya jadi, gua coba penawaran harga dulu sama sang SOPIR. Karena gua males gara-gara gak ada kesepakatan harga, akhirnya Apis yang ngladeni, dan.... jadilah perorang 50 rb untuk sekali duduk. Disitu mulai terbayang dosa kita di stasiun JaKot sebelumnya, berfoya-foya. Ah sudahlah... Katanya (SOPIR ANGKOT) jalan ke basecamp itu susah, naik turun, nggronjal, jadinya sebanding dengan besarnya nominal rupiah. Aneh ya, semakin jelek jalan, semakin tinggi nilai bayarannya, ya tapi begitulah, namanya juga SOPIR ANGKOT. Nasib kami semakin miris, tatkala harus makan siang di angkot dengan nasi bungkus, sebungkus buat 2 orang, plus teh tanpa rasa, hal tersebut dikarenakan dompet yang makin ringan saja, dan populasi sokarno hatta mulai punah dari kantong masing-masing.

Pukul 5 sore kami sampai di basecamp, setelah diantar oleh 2 sosok seperti manusia tadi. Sebelum ke basecamp, kami harus jalan agak vertikal kurang lebih 150 meteran lah, ditemani titik air yang jatuh dari langit.

Kami beristirahat dan sholat maghrib dan isya’ dengan jama’ taqdim qoshor di sebuah saung kecil yang available di sekitar basecamp. O ya, tahukah kalian berapa ongkos untuk naik ke ujung gunung tersebut?? Hanya 5 ribu/orang. Bandingin sama ANGKOT! Ah sudahlah.....

Keputusan konsensus, kami akan mulai naik setelah pukul 10 malam, walhasil selama kurang lebih 4 jam tersebut, rombongan kebingungan mengisi kegiatan di saung. Gua lupa ide siapa, tapi entah kenapa, semua populasi menyetujui untuk maen TOD. Tapi inget banget gua, yang paling semangat itu si Yombret sm si Piju. Perjanjiannya hanya kami ber-12 yang boleh tahu. Gua sengsara, karena gua kan kagak ada jago-jagonya maen begituan. Terbukti gua kena 2 kali, berturut-turut lagi. Tapi si Joni yang paling dramatis kenanya. Dan gak usah tanya apa tantangan atau pertanyaan yang dikasih, namanya juga cowok, apalagi coba pertanyaannya kalau bukan... Ah Sudahlah... Yang beginian sebenernya yang bikin ogah ndaki.

Waktu yang dijanjikan tiba, pukul 10 malem. Gua yang dari awal terbangun, bangunin temen lain yang lagi tidur. Persiapan buat naek. Persiapan dimulai, masing-masing udah megang satu senter, untuk merobek kegelapan yang melanda di depan kami. Setelah menaikkan do’a, rombongan bergerak. Urutannya dari paling depan ke belakang, Apis, Rusmul, Andra, Ilham, Piju, Rafli, Abda, Topik, Hanafi, Yombret, dan Gua.

Trek yang ada memang berat, licin dan curam, ditambah lagi harus berjalan di tengah gulita. Meski tidak begitu panjang, karena kalau nggak salah kami cuman harus naik kurang lebih 400 meter vertikal, tapi gak bo’ong, itu treknya susah. Sesekali reruntuhan batu dari pancalan kaki yang di atas, jatuh menimpa kami yang di bawah. Bahkan sandal juga putus, meski semangat kami tidak pernah putus. Senterpun juga ada yang tiba-tiba padam, dan alhamdulillahnya semangat kami tidak ada yg padam. Dengan kaki tanpa alas, tetap kita lanjutkan pendakian, saling membahu, menyemangati. Beberapa kali kami beristirahat di tumpukan batu yang kami rasa cocok untuk sekedar meneguk air, atau relaksasi otot kaki. Sangat terasa kesunyian malam hari, di tengah-tengah hutan, hanya jangkrik yang mengiringi, menjadi backsound perjalanan kami. Saat semangat mulai mengikuti jejak sinar senter yang kian meredup kehabisan baterai, terdapat papan bertuliskan “Puncak 100m lagi”, dan kami pun kembali berkobar. Hingga kurang lebih pukul 00.00, 18 April 2015, kami tiba di puncak gunung batu tersebut.

Masyallah, luar biasa indah pemandangan dari atas, kelap-kelip lampu di bawah sana, dan juga di atas sana. Macem-macem selebrasi yang kami lakukan, mulai dari mengucap kalimat thayibah, kayak gua, apis, dan beberapa lainnya, mbaca quran setelah nyampe di puncak, kaya Ilham, smpe selfie rame, teriak yombrat yombret, kalau kayak gini lu pada gak usah tanya siapa tokohnya.

Setelah hasrat kita terpuaskan di puncak sana malam itu, kami mencari tempat untuk membangun tenda dan beristirahat, kami harus turun beberapa meter untuk mencari tanah agak lapang yang cukup datar. Kami juga dituntut hemat tempat, karena tenda yang aslinya untuk 6 orang harus diisi 12 orang. Namanya anak IC, ya pinterlah, ngakalinnya, tapi plis, jangan mikir kalau kita saling tumpang tindih. Itu perbuatan tidak terpuji!

Kami bangun pukul lima kurang dikit, kalo gak salah waktu itu gua yang pertama bangun, karena hape gua kan ada alarmnya dan gua pasang di samping telinga, jadi bunyinya nyaring luar biasa. Tapi kata Iqbal itu alarm udah bunyi tiga kali, tapi gua baru bangun yang ketiganya dan segera mengobrak abrik tenda biar lainnya juga pada bangun. Kan juga eman-eman, klo telat shubuh, (Sebenernya takut kalau gak dapet sunrise, sih) jadinya langsung segera sholat shubuh. Itu sholat shubuh juga susah khusuknya, orang tanahnya miring, jadinya klo berdiri kayak motor pake standar samping, agak miring gitu, apalagi kalau tahiyat, punggungnya ikut nahan biar gak ngglempang, karena kalau duduknya mengikuti kontur tanah, bisa-bisa jungkir balik yang lagi sholat.

Setelah sholat, kami bergegas naik kembali ke puncak dan menunggu matahari pagi. Di sana kunci primernya itu kamera. Kalo gak ada itu kayaknya bakalan mati gaya kita. Nih foto-fotonya,

O ya, di bawah itu ternyata ada waduk, namanya apa gitu, tapi keliatan indah banget dari atas sini, kayak laut. Awannya juga kayak kapas, puncak gunung sebelah udah kaya negeri di atas awan. Pokoknya pagi itu, kami hanya mengagumi ciptaan-Nya yang luar biasa. Masyaallah. Baru setelah itu, kami sarapan dengan mie instan Indomie, ada juga mie sedap, sama pop mie. Biar sehat si Iqbal juga beli sayuran, kalau gua gak salah sebut namanya, itu ada daun sawi, yang ijo agak gede, tapi pas gua potek dan mau gua cuci, gua kaget, karena ada penunggunya di daun sawi tersebut. Awalnya gua kira lintah, tapi setelah penyelidikan lebih lanjut, ternyata itu sebuah bekicot tanpa cangkang yang nyangkut di daun sawi. Dan itu bekicot menjadi hewan pertama yang berhasil ndaki Gunung Bongkok.

Setelah makan, kami bergegas pulang dengan beres segala perlengkapan, diiringi kejadian sayembara mencari pasak tenda yang hilang secara tidak sengaja. Dan ternyata pasak-pasak itu ditemukan oleh Apis.

Perjalanan turun cukup mudah, karena kan tinggal meluncur, bahkan kalau kepleset pun juga menguntungkan, turunnya jadi makin cepet. Gua udah gak betah di atas, selain karena baterai hape gua juga habis, jadi gua buru-buru turun ke basecamp. Balapan sama Rapli. Perosotan di antara bebatuan. Akhirnya, sampe basecamp, pantatnya pada coklat semua, karena perosotan, lumpurnya pada nempel. Untung gua enggak, jadi kalau jalan, gua yang paling keren. Hahaha...

Si Apis yang sejak semalem udah cari info tentang kendaraan, dapet kabar kalau ada kendaraan yang lebih ramah dibandingin angkot kemaren. Rodaya empat, moncongnya agak maju, di pintu belakang ada tulisannya “Kijang”. Itu kalau gua diskripsiin sedikit tentang kendaraan tersebut. Harganya sekali pake 150 rb. Jauh lebih murah daripada yang kemarin, punya siapa??? Punya si...... Kami pun memilih kendaraan tersebut, dan setelah bersih-bersih di masjid kampung, kami leave out. Setelah kami naik kendaraan, rasanya semuanya lega, udah selesai dan puas, tiggal balik ke IC.

Tapi semuanya berubah saat SOPIR ANGKOT menyerang. Dengan kendaraan yang menurut dia paling keren sedunia, dia mendatangi kami di tengah perjalanan, menghentikan laju mobil yang kami tumpangi, dan marah-marah minta kami pindah tunggangan. Sak pena’e udele!! Andra sampai gak sabar dan teriak, “Gowo mlebu ae, kepruk’i bareng-bareng” (Bawa masuk aja, pukulin bareng-bareng). Tapi demi kebaikan semuanya, maka kami memberinya sumbangan senilai sekian rupiah.

Setelah itu, barulah kami tenang, dan dari situ, terbongkarlah kedoknya, bualan-bualannya kemarin. Jebule nguapusi sak pole!! Bikin sakit hati pokoknya kalau diinget-inget.. Kata Rapli, “Ayahku bukan pembohong” dengan “Ayahku bukan SOPIR ANGKOT” adalah senada. Tidak cukup sampai disitu, ketika kami sedang mengantri membeli tiket balik ke Jakarta, kami ditakdirkan untuk mendengarkan suaranya lagi, “Mas, maaf ya...bla...bla...” Gua yang udah panas langsung nyaut, “Udah mas, pergi sana! Buruan!” Udah gitu masih aja, jadinya gua teriakin kedua kalinya dengan lebih kenceng dengan kalimat yang sama, untung si Apis, dengan lembut bilang, “Mas, udah ya, terimakasih tumpangannya kemarin”. Mereka berjalan menjauh akhirnya, ia kembali menuju alamnya dengan tenang. Kami pun senang dan segera masuk ke dalam rangkaian besi panjang yang akan mengantarkan kita kembali ke rumah, ke alam kita sendiri juga.

Seolah masih belum puas, si Piju dan kawan-kawannya, seperti Joni dan Yombret kembali maen TOD. Di dalem kereta. Berisik banget. Tapi itulah cara terbaik meramaikan suasana hati yang gersang akibat serangan tadi.

Intinya kami berhasil pulang dengan selamat pukul 8 malam sampe IC, dan langsung menuju ke stasiun pengisian bahan bakar, KANTIN, untuk mengisi bahan bakar kami yang terkuras habis.

***

Note:

Banyak banget ya, pelajaran yang bisa kita ambil dari perjalanan sehari ini. Kesabaran menghadapi karakter orang yang seperti itu, contohnya. Juga bagaimana keindahan gunung hanya bisa dinikmati setelah berlelah-lelah mendaki. The panorama worth the effort. Pengalaman memang berharga, kawan. Apalagi pengalaman bersama sopir angkot. Bukankah itu sangat ber-'harga'?- oleh Izzuddin Baqi & Hafidz Fauzan

1 komentar: