Think ● Solve ● Brave ● Go ● Fight ● Win

25 Mei 2016

Mengikat


Mengikat

“Dan (Dia-lah) yang mempersatukan hati orang-orang yang beriman. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.  Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Anfal [8]: 63)



Sebelumnya puji syukur kepada Allah, karena tanpa kehendak-Nya mungkin kita tidak akan pernah bertemu. Dulu saya sangat sedih karena harus masuk Insan Cendekia dan berpisah dengan keluarga dan teman-teman lama. Tapi sekarang, berada di Insan Cendekia, bertemu dengan orang-orang hebat ini menjadi  salah satu hal yang sangat saya syukuri sekarang ini.

Mungkin kau pernah mendapatkan hal semacam ini secara tiba-tiba di mejamu?



                                                                         Atau mungkin yang seperti ini?




Atau mungkin ucapan-ucapan lain seperti ulang tahun, ucapan selamat, semangat, dan lain-lain. Terkadang tiba-tiba ada saja coklat atau segelas susu di meja entah dari siapa. The point is not what's the gift they give you but what’s the message they want to deliver to you. Segelas susu itu seperti berkata, "Kamu! Ayo semangat! Jangan galau, bentar lagi UN! Tetep semangat, ya." Saya hanya ingin berterima kasih atas semua pemberiannya dan mengatakan bahwa ini adalah hal yang biasa kami lakukan.

Ini mungkin terdengar membosankan but you’re going to remember these things: teman-teman yang bisa membaca raut wajahmu ketika sedih walaupun kau tidak memberitahunya, mereka yang menghiburmu setelah itu, mereka yang bersedia mendengarkan curhatmu, mereka yang minjemin uang ketika kamu butuh, ngasih makanan ketika kamu laper, minjemin barang ini itu yang mungkin sampe sekarang belum kamu balikin barangnya.

Atau mereka yang menemani kamu saat main basket atau voli, mengiringi kamu saat main gitar, menemanimu membaca ma’surat pada pagi atau sore hari atau mendengarkan muraja’ahmu. Mereka yang nemenin kamu belajar sampe larut malem, ngajarin pelajaran yang kamu ngga ngerti, bangunin kamu ketika kamu ketiduran, “Ayo bangun! Besok ulangan matematika! Sadar, sadar!” Atau mungkin yang membangunkan kamu sebelum intensif, “Ayo banguuun! Hari ini kita harus kompliiitt!”

Besok-besok mungkin udah ngga ada lagi yang bangunin kamu dengan bel asrama yang bunyinya memekakkan telinga atau dengan tepuk-tepuk tangan, ngga ada lagi solat berjamaah dengan Eisthera, baca ma’surat dengan Eisthera, ngga ada lagi yang memijat kamu ketika kamu ngantuk, atau temen lari-lari kamu ketika countdown to master, temen senasib (re: remedial), temen yang nemenin kamu belajar hingga larut malam atau bahkan ngga tidur, ngga ada lagi Jumat Barokah atau hitung menghitung, “Lengkap!” ngga ada lagi perang-perangngan (aamiin), ngga ada lagi “UNnya sukses! PTNnya sukses! Hayya ‘alal falaah!”  ngga ada lagi “Cepek! Cepek! Cepek! Bismillaah!” dan lain-lain. Jadi, nikmati aja sisa waktu ini, ya.

No body’s perfect, no generation’s perfect. Walaupun beberapa pihak suka memuji kami—ngga bermaksud kepedean—kami  bukanlah angkatan yang sempurna, tentunya. Kami juga punya borok sana-sini, tubuh angkatan yang compang-camping, dan luka sana-sini. Tapi kita selalu berusaha menambal satu sama lain. We always try to fix the broken, try to cure the sickness. Saling mengingatkan adalah salah satu wujud sayang kami satu sama lain. Salah satu teman saya bilang gini, “Ketika aku memutihkanmu, maka aku juga berharap agar kau memutihkanku di saat aku hitam, bukan justru menghitamkanku.” 

Jadi saya senang ketika mentoring berlangsung. Kita kumpul bareng di living. Kita saling ngingetin tentang ini itu, tentang hal-hal yang terkait dari ujung kepala sampai ujung kaki, evaluasi setiap kegiatan kita dari pertama kali melek sampai merem lagi. Membahas tentang kita harus bersikap begini begitu dan bagaimana caranya agar kita bisa begini begitu. Atau kita memikirkan Insan Cendekia harus begini begitu dan bagaimana caranya agar Insan Cendekia bisa begini begitu. Terkadang ada yang curhat mengenai masalahnya, menangis, kemudian saling menguatkan dan memberi saran. Ada juga yang meminta didoakan keluarganya, saudaranya, dan pada akhirnya kita mendoakan semuanya. Ngga sedikit juga yang tingkahnya lucu-lucu hingga menimbulkan gelak tawa. So, mentoring is just like a family gathering.

Entah mengapa saya sangat merasakan efek dari nama adalah doa, mulai dari Al Furqon hingga Eisteddfod itu sendiri. Eisthera itu sederhana. Serius. Mungkin kalau mau dicek tong sampah orang lain isinya bisa kotak J.CO, KFC, atau Dunkin’ Donuts. Kalau tong sampah kita isinya nggak jauh-jauh dari bungkus nasi, plastik, paling mentok bungkus PAM. Makan bareng itu sudah cukup mewah dan menyenangkan untuk kita, seperti saat makan siang rame-rame di asrama atau saat makan seblak bak piknik di depan asrama. Mayoritas yang saya ceritakan adalah yang terjadi di akhwat, jadi maaf-maaf saja kalau ada yang berbeda.

Beberapa hal yang kami lakukan adalah sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda. Salah satu hal yang saya suka dari Eisthera yaitu mereka suka bikin acara yang ujung-ujungnya berbau ke-IC-an. Ujung-ujungnya ingin memberikan pesan pada siapa saja yang menikmatinya. Ujung-ujungnya ingin mengingatkan lagi bahwa IC itu seperti ini seperti itu menurut cara mereka. Misalnya acara Bastian (BAkar Sate TIga ANgkatan) atau acara Scholastic. Dulu acara semacam Bastian itu isinya selain makan-makan ya cerita serem-serem tentang hal-hal gaib yang ada di IC. Tapi sekarang mereka merubahnya dengan kumpul perkelas supaya bisa lebih berbaur dan tau siapa kakak/adek absennya (walaupun setelah itu masih banyak yang bingung juga siapa adek absennya, sih). Selain itu juga disertai video yang sebenarnya berisi pesan ‘bagaimana sih kehidupan asrama di IC’ namun dikemas dengan cara yang unik, lucu, dan semoga penontonnya bisa menangkap isinya ya, semoga. Seperti video yang satu ini misalnya.




Tapi terlalu naif kalau dibilang hubungan kami lancar-lancar saja. Menyatukan 120 kepala tanpa ada hambatan? No way. Slek-slek itu ada tentunya. Terkadang ada saja yang bikin males, kesel, sebel, marah, dongkol, capek, nangis. Seperti saya ini misalnya. Mungkin saya terlalu menyebalkan sampai disebut-sebut sebagai Mak Lemper, jelmaan keturunan terakhir keluarga penyihir asal Jerman(?). Hmm, boleh juga sebutannya. Tapi ya sudahlah, semua itu berlalu, kok. Apapun masalahnya menjadi pelajaran untuk kita agar lebih mengenal satu sama lain, menjadikan kita lebih sabar dalam menghadapi berbagai watak, menjadikan kita lebih kuat di kemudian hari, semoga.

Bukan saya kepedean kalau saya menganggap semua kebahagian yang saya dapatkan sekarang ini juga berasal dari doa orang-orang yang berada di sekitar saya termasuk teman-teman. Saya hanya percaya teman-teman ngga mau sukses sendiri, ngga mau berbangga sendiri, ngga mau lulus sendiri. Sehingga mereka selalu bisa menyelipkan nama-nama kami atau setidaknya nama angkatan kami dalam setiap doa-doa mereka. Ah, indahnya tinggal bersama dalam komunitas yang saling bertemu dalam doa.

Mereka semua adalah guru saya. Mereka tidak pernah menggurui, tapi setiap perilakunya menyampaikan pesan tertentu yang berbeda-beda. Ada yang mengajari saya tentang memakna sabar, syukur, istiqomah, ikhlas. Ada yang mengajari saya bagaimana caranya agar bisa disiplin, tanggung jawab, kerja keras, dan masih banyak lagi. Salamnya mengirimimu doa, wajahnya mengingatkanmu akan takwa, senyum dan tawanya meringankan beban-beban yang terasa.

Mengutip  dari sebuah akun, “Cinta terbaik adalah saat kau mencintai seseorang yang membuat akhlakmu makin indah, jiwamu makin damai, hatimu makin bijak, dia jadi penegur saat taatmu luntur, jadi penasihat saat kau maksiat, jadi pelipur saat semangatmu lebur. Dialah cinta terbaik, yang tidak hanya bersamamu di dunia, namun berupaya bersamamu hingga ke surga.” Semoga kita termasuk orang-orang yang dianugerahi cinta terbaik itu.

Ya Allah sesungguhnya Engkau Mengetahui hati-hati ini berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa dalam taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Teguhkanlah, ya Allah, ikatannya. Kekalkanlah cinta kasihnya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati tersebut dengan cahaya-Mu yang tiada pernah padam. Lapangkanlah dada-dada kami dengan kelimpahan iman kepada-Mu dan indahnya tawakkal kepada-Mu. Hidupkan dengan ma’rifat kepada-Mu, matikanlah ia dalam syahid di jalan-Mu. Engkaulah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.

Setiap tawa mengisahkan rasa bahagia…










Namun tangis tetap tercipta menyapa duka…













                Kala ukhuwah bermuara kepada takwa…


Indahnya persahabatan menggetarkan langit dunia…





 



               Kita akan slalu bersama…



 





  Menggapai asa satukan cita~

0 komentar:

Posting Komentar